Bank Syariah: Prinsip yang Diamalkan dan Manfaat yang Didapat

Indonesia adalah salah satu negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Melihat fakta tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan melibatkan Pemerintah dan pengusaha Muslim mendirikan bank syariah di Indonesia pada tahun 1991. Prinsip-prinsip syariah tentunya diakomodasi dan disertakan dalam produk-produk yang disediakan bank syariah.

Sekarang, bank-bank syariah yang hadir belakangan ini merupakan cabang-cabang dari bank konvensional. Yang membedakannya ialah sistem yang digunakan (berbasis syariah) dan nama banknya (menyematkan kata syariah).

Sebelum menggunakan layanan perbankan syariah, ada baiknya memahami lebih dahulu tentang prinsip syariah dan manfaat yang akan didapatkan. Mau tahu lebih jelasnya? Berikut informasi selengkapnya.

Prinsip-prinsip Islam dalam Transaksi Keuangan Syariah

loader

Ada sejumlah prinsip bank syariah yang mendasari segala produk dan kegiatan dalam perbankan. Apa saja itu?

  1. Mudharabah

    Mudharabah adalah akad kerja sama antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola dana) yang pembagian keuntungannya berdasarkan bagi hasil menurut kesepakatan awal.

    Apabila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, seluruh kerugian ditanggung shahibul maal, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan yang diperbuat mudharib, seperti, penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Prinsip bank syariah mudharabah dibagi menjadi dua, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.

  2. Musyarakah

    Musyarakah adalah akad kerja sama di antara dua atau lebih shahibul maal untuk mendirikan usaha bersama dan bersama-sama mengelolanya. Perihal keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugiannya ditanggung menurut kontribusi modal masing-masing. Jenis-jenisnya ada empat, yakni Syirkah Mufawadhah, Syirkah ‘inan, Syirkah a’mal, dan Syirkah Wujuh.

  3. Wadiah

    Wadiah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain. Prinsip wadiah digolongkan menjadi dua macam, yakni Wadiah Yad Amanah dan Wadiah Yad dhamanah. Keduanya berbeda: Wadiah Yad Amanah bisa diartikan si penerima wadiah tidak bertanggung jawab jika ada kehilangan dan kerusakan pada wadiah yang bukan disebabkan kelalaian atau kecerobohan penerima wadiah.

    Sementara dalam Wadiah Yad dhamanah, si penerima wadiah boleh menggunakan wadiah atas seizin pemiliknya dengan syarat dapat mengembalikan wadiah secara utuh kepada pemiliknya.

  4. Murabahah

    Murabahah berarti akad jual beli yang melibatkan bank dengan nasabah yang disepakati kedua belah pihak.

  5. Salam

    Salam adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli dengan harga yang terdiri atas harga pokok barang dan keuntungan yang ditambahkannya telah disepakati bersama.

  6. Istishna

    Bisa diartikan sebagai transaksi jual beli yang hampir sama dengan prinsip salam, yakni jual beli dan penyerahan yang dilakukan kemudian, sedangkan penyerahan uangnya bisa dicicil atau ditangguhkan.

  7. Ijarah

    Prinsip ijarah merupakan akad pemindahan hak guna barang atau jasa dengan pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan.

  8. Qardh

    Prinsip yang satu ini merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang yang dilakukan tanpa ada orientasi keuntungan. Namun, pihak bank sebagai pemberi pinjaman boleh meminta ganti biaya yang diperlukan dalam kontrak Qardh.

  9. Hawalah atau Hiwalah

    Prinsip hawalah diartikan sebagai pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.

  10. Wakalah

    Prinsip wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu objek perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain

Proses Berdirinya Perbankan Syariah

Mengutip laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), inisiatif pendirian bank Islam Indonesia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif terbatas, di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).

Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.

Bank Muamalat, Bank Syariah Pertama di RI

Dari hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut, berdirilah bank syariah pertama di Indonesia, yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp106.126.382.000.

Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belum mendapat perhatian optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil" pada UU No. 7 Tahun 1992. Sayangnya tanpa rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.

Pada tahun 1998, pemerintah dan DPR melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998. Di mana secara tegas menjelaskan bahwa ada dua sistem dalam perbankan di Tanah Air (dual banking system), yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.

Selain itu, juga ada pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti:

  • UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
  • UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk).
  • UU No. 42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa.

Dengan telah diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.

Dengan progress perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Bank Syariah Kian Menjamur

Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010).

Selain itu, semenjak dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, semakin banyak pula kemajuan yang terjadi dalam dua dekade. Baik dari aspek lembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, kesadaran serta literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah.

Sistem keuangan syariah menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional. Per Juni 2015, industri perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS. Total asetnya mencapai Rp273,49 triliun dengan pangsa pasar 4,61%.

Khusus untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta, total aset gross, pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga (BUS dan UUS) masing-masing sebesar Rp201,39 triliun, Rp85,41 triliun, dan Rp110,50 triliun.

Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia (BI) ke OJK. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK.

Perbankan Syariah Kini

OJK selaku Otoritas Jasa Keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah sesuai peta jalan perbankan syariah. Arah pengembangan perbankan syariah yang sebelumnya tertuang pada Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 telah sampai pada masa akhirnya.

Untuk melanjutkan arah pengembangan perbankan syariah dengan mempertimbangkan berbagai isu strategis, peluang, maupun tantangan yang dihadapi, Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia periode 2020-2025 disusun dengan membawa visi mewujudkan perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi, dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial.

Arah pengembangan perbankan syariah ini telah disusun selaras dengan beberapa arah kebijakan, baik kebijakan eksternal yang bersifat nasional seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Masterplan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia 2019-2024, maupun kebijakan internal OJK, yaitu Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia dan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I).

Sebagai bagian dari RP2I, roadmap ini merupakan langkah strategis OJK dalam menyelaraskan arah pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, khususnya pada sektor industri jasa keuangan syariah di bidang perbankan syariah.

Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia disusun sebagai katalisator akselerasi proses pengembangan perbankan syariah di Indonesia dengan membawa tiga arah pengembangan. Terdiri dari, penguatan identitas perbankan syariah; sinergi ekosistem ekonomi syariah; serta penguatan perizinan, pengaturan, dan pengawasan.

Sebagai bagian dari Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia, roadmap ini merupakan langkah strategis OJK dalam menyelaraskan arah pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, khususnya pada sektor industri jasa keuangan syariah di bidang perbankan syariah.

Manfaat Menggunakan Produk Bank Syariah

loader

Setelah mengetahui berbagai prinsip yang dijalankan bank syariah dalam upayanya untuk tetap berada dalam aturan-aturan syariah, yang juga perlu diketahui adalah manfaat dari adanya bank syariah, termasuk dari penggunaan produknya. Di bawah ini adalah manfaat-manfaat dari penggunaan produk bank syariah.

  1. Terhindar dari Riba

    Keuntungan pertama dari melakukan transaksi keuangan di bank syariah adalah terhindar dari riba. Karena di dalam Islam, riba hukumnya haram dan wajib ditinggalkan. Dengan menabung uang di bank syariah, akan menghindarkan kamu dari dosa riba.

  2. Berdasarkan Syariah Islam

    Manfaat kedua dari menabung di bank syariah adalah kamu juga turut serta dalam melaksanakan syariah Islam dan telah melakukan muamalah berdasarkan Islam. Hal ini tentu akan menghadirkan pahala bagi mereka yang melakukannya.

  3. Keuntungannya Diberikan berdasarkan Bagi Hasil

    Tidak seperti bank konvensional yang memberikan bunga kepada nasabahnya, di bank syariah keuntungan yang kamu dapatkan didasarkan pada sistem bagi hasil.

  4. Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

    Meskipun berbasis syariah, bukan berarti uang yang ditempatkan tidak dijamin. Dana nasabah bank syariah tetap dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menanggung risiko kehilangan dana nasabah hingga Rp2 miliar.

  5. Bank Syariah Sudah Dilengkapi Fasilitas Net Banking

    Bank syariah di Indonesia saat ini sudah mengadopsi teknologi yang populer digunakan masyarakat. Bank syariah juga memberikan fasilitas berupa kemudahan melakukan transaksi perbankan melalui internet.

  6. Sistem Bagi Hasil Lebih Adil dan Transparan

    Keuntungan dari sistem bagi hasil adalah kamu terhindar dari risiko bunga yang menjadi riba. Selain itu, sistem bagi hasil akan menguntungkan pihak nasabah yang menyimpan dananya di bank syariah.

  7. Memberlakukan Saldo Tabungan yang Rendah

    Salah satu keuntungan dari menabung di bank syariah adalah hampir semua bank syariah nasional memberlakukan saldo tabungan yang rendah kepada nasabah-nasabahnya. Nilai saldo minimal ini tentu menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka yang ingin memiliki tabungan dengan saldo mengendap yang nilainya kecil.

  8. Penabung atau Nasabah adalah Mitra Bank

    Tidak seperti bank konvensional, hubungan yang terjalin antara penabung dan bank lebih cenderung menjadi hubungan antara debitur dan kreditur. Sementara di bank syariah, pihak bank akan menganggap penabung adalah mitra sehingga berhak menerima hasil dari investasi yang ditanamkan di bank.

  9. Dana Nasabah Dipergunakan sesuai dengan Syariah

    Salah satu keunggulan dan manfaat dari menabung di bank syariah adalah dana yang dimanfaatkan akan dipergunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syariah. Sementara nasabah bank konvensional tidak akan tahu uangnya akan ditempatkan atau dipergunakan untuk apa sehingga tidak menutup kemungkinan keuntungan yang diperoleh karena riba.

  10. Adanya Peringatan Dini tentang Bahaya karena Sifatnya yang Transparan

    Manfaat yang satu ini mungkin tidak didapatkan jika kamu menabung di bank konvensional. Nasabah yang menabung di bank syariah akan diberikan isyarat bahwa terjadi sesuatu yang tidak baik. Dengan adanya informasi tersebut, nasabah bisa melakukan antisipasi terkait apa yang perlu mereka lakukan untuk menyelamatkan dananya.

  11. Dana Ditujukan untuk Kepentingan dan Kemaslahatan Umat

    Keunggulan yang kamu dapatkan bila menabung di bank syariah ialah dana yang disimpan ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. Dengan kata lain, dana tersebut adalah dana umat yang didapatkan dari umat dan akan dikembalikan untuk kepentingan umat.

Dengan Memahami, Semakin Tahu Manfaat Produk Bank Syariah

Keberadaan bank syariah menjadi sinyal positif bagi yang ingin mengamalkan prinsip syariah, termasuk dalam urusan finansial. Dari ulasan di atas, jelas sudah produk dan kegiatan dalam bank syariah dijalankan dengan memegang aturan-aturan yang diatur dalam agama. Dengan memahami prinsip syariah di atas, kamu semakin yakin dengan keputusan untuk menggunakan produk bank syariah.